Nama Kerajaan di Indonesia Beserta Sejarahnya Lengkap

Di era modern ini, di mana negara kita telah merdeka, kita sebaiknya mengingat bahwa sebelumnya ada berbagai kerajaan yang berdiri di tanah air kita. Kerajaan-kerajaan tersebut tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga menjadi tonggak lahirnya kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang bertanggung jawab, sangat penting bagi kita untuk mengetahui kerajaan-kerajaan apa saja yang pernah ada di Indonesia pada masa itu.

Nama Kerajaan di Indonesia dan Sejarahnya Lengkap

Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua yang ada di Indonesia. Berdiri sejak tahun 400 M, kerajaan ini berlokasi di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Beberapa raja yang terkenal memerintah dalam kerajaan ini antara lain:

  • Kudungga (raja pertama).
  • Aswawarman.
  • Mulawarman.

Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara adalah sebuah kerajaan Hindu yang didirikan pada tahun 450 M di wilayah Jawa Barat. Salah satu raja yang terkenal dalam kerajaan ini adalah Purnawarman.

Kerajaan Kaling

Kerajaan Kaling didirikan pada tahun 674 di Jawa Tengah. Raja yang memerintah saat itu adalah Ratu Sima. Beliau sangat mengutamakan integritas dan kejujuran di kalangan rakyatnya. Salah satu pendeta terkemuka dalam kerajaan ini adalah Jhanabhadra.

Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Buddha yang didirikan pada abad ke-7 di Pulau Sumatra. Guru agama Buddha yang terkenal di kerajaan ini adalah Sakyakirti. Beberapa raja yang memerintah dalam kerajaan ini antara lain:

  • Sri Jayanaga.
  • Balaputradewa.
  • Sri Sangrawijayatunggawarman.

Beberapa faktor yang menyebabkan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya antara lain:

  • Serangan dari Raja Colamandala dari India.
  • Serangan dari Raja Kertanegara dari Singasari.

Kerajaan Melayu

Kerajaan Melayu berdiri hampir bersamaan dengan Kerajaan Sriwijaya, namun pada tahun 692, kerajaan ini jatuh ke dalam kekuasaan Sriwijaya.

Kerajaan Mataram Hindu

Kerajaan Mataram Hindu berdiri di Jawa Tengah dengan ibu kota di Medang Kamulan. Beberapa raja yang memerintah dalam kerajaan ini antara lain:

  • Sanna.
  • Sanjaya, yang bergelar Rakai Mataram Ratu Sanjaya.
  • Rakai Panangkaran, yang bergelar Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkarana.

Setelah pemerintahan Rakai Panangkaran, Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua. Sebagian masyarakat memeluk agama Buddha, sementara sebagian lainnya memeluk agama Hindu. Syailendra Buddha berkuasa di Jawa Tengah Selatan, sementara Syailendra Hindu berkuasa di wilayah sekitar pegunungan Dieng. Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, Kerajaan Mataram berhasil dipersatukan kembali.

Beberapa raja yang memerintah setelahnya adalah:

  • Rakai Pikatan.
  • Balitung, yang bergelar Rakai Watukura.
  • Daksa.
  • Tulodong.
  • Wawa.
  • Empu Sendok.

Kerajaan Wangsa Isyana

Pada tahun 929, Empu Sendok memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan Wangsa Syailendra ke Jawa Timur dan membentuk sebuah wangsa baru yang dikenal sebagai Wangsa Isyana. Beberapa raja yang memerintah dalam kerajaan ini antara lain:

  • Empu Sendok dengan gelar Maharaja Rake Hino Sri Isyana Wikramadharmotunggadewa.
  • Sri Isyanatunggawijaya.
  • Makutawangsawardhana.
  • Dharmawangsa dengan gelar Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikramatunggadewa.
  • Airlangga dengan gelar Sri Maharaja Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa.

Pada tahun 1401, Kerajaan Kahuripan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

  • Jenggala atau Singasari dengan ibu kota di Kahuripan.
  • Panjalu atau Kediri dengan ibu kota di Daha.

Kerajaan Kediri

Kerajaan Jenggala diperintah oleh Raja Mapanji Garasakan, sementara Kerajaan Kediri diperintah oleh Raja Sri Samarawijaya. Perebutan kekuasaan antara Jenggala dan Kediri berlangsung hingga tahun 1502. Namun, selama setengah abad berikutnya, kedua kerajaan tersebut tidak banyak disebutkan dalam catatan sejarah.

Pada tahun 1117, Kerajaan Kediri muncul kembali dengan raja-raja berikut:

  • Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Kameswara.
  • Jayabhaya dengan gelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya.
  • Pada masa ini, kitab Bharatayudha digubah oleh Empu Sedah dan dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Empu Panuluh juga menulis buku Hariwangsa dan Gatutkacasraya.
  • Sri Aryeswara.
  • Kameswara dengan gelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawarata.

Pujangga terkenal pada masa itu antara lain:

  • Empu Tanakung dengan karya-karyanya Werasancaya dan Lubdaka.
  • Empu Darmaja dengan karya-karyanya Smaradhahana.

Kerajaan Kediri berakhir pada tahun 1222 setelah ditaklukkan oleh Ken Arok.

Dinasti Warmadewa: Penguasa Terkemuka di Pulau Bali

Pulau Bali memiliki sejarah yang kaya dengan pemerintahan dinasti-dinasti yang mengesankan, salah satunya adalah Dinasti Warmadewa.

Beberapa raja terkenal dari dinasti ini antara lain:

  • Sri Candrabhayasingka Warmadewa
  • Udayana, yang juga dikenal sebagai Dharmoyana Warmadewa.

Udayana memiliki tiga putra, yaitu Airlangga, Marataka, dan Anak Wungsu. Airlangga menjadi menantu Raja Dharmawangsa dan kemudian menjadi raja di Kahuripan, sebuah kerajaan dari Dinasti Isyana. Marataka menggantikan Udayana namun kurang terkenal. Sementara itu, Anak Wungsu mengambil alih tahta Marataka pada tahun 1049.

Dari masa pemerintahan Anak Wungsu, terdapat 28 Prasasti Singkat yang ditemukan di berbagai tempat seperti Gua Gajah, Gunung Kawi (Tampak Siring), Gunung Panulisan, dan Sangit.

Setelah masa pemerintahan Dinasti Warmadewa, Pulau Bali berganti-ganti diperintah oleh raja-raja lain yang juga terkenal, di antaranya:

  • Jayasakti, yang memiliki kitab hukum Uttara Widhi Balawan dan Rajawacana (tahun 1133 – 1150).
  • Jayapangus, yang menggunakan kitab hukum Manawasasanadharma (1117 – 1181).
  • Pada tahun 1284, Kerajaan Bali ditaklukan oleh Kertanegara dari Singasari.

Kerajaan Singasari

Sejarah dan pemerintahan Ken Arok serta para raja Singasari dapat ditemukan dalam kitab Pararaton dan Negarakertagama. Raja-raja yang memimpin adalah:

  • Ken Arok, setelah berhasil membunuh Akuwu Tumapel dan Tunggul Ametung, menaklukkan Kerajaan Kediri pada tahun 1222 di Ganter. Ken Arok, sebagai pendiri dan raja pertama Singasari, bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi, dan keturunannya terkenal dengan nama wangsa Rajasa.
  • Anusapati (anak Tunggul Ametung – Ken Dedes) menggantikan Ken Arok setelah membunuh ayah tirinya dengan menggunakan seorang pengalasan (budak) sebagai pelaksana.
  • Tohjaya (anak Ken Arok dan Ken Umang) menggantikan Anusapati setelah membunuhnya. Pada tahun 1248, terjadi pemberontakan yang dilancarkan oleh Ranggawuni (anak Anusapati) dan Mahisa Campaka (anak Mahisa Wonga Teleng atau cucu Ken Arok – Ken Dedes).
  • Ranggawuni bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana (1248–1268). Wisnuwardhana memerintah Singasari bersama-sama dengan Mahisa Campaka, yang menjabat sebagai Ratu Anggabhaya, yaitu pejabat tinggi yang bertugas menangani ancaman yang menghadang kerajaan. Mahisa Campaka memiliki gelar Narasinghamurti.
  • Kertanegara bergelar Sri Maharajadhiraja Sri Kertanegara (tahun 1269–1292), merupakan Raja Singasari yang paling besar. Pada tahun 1275, ia mengirim ekspedisi ke Pamalayu. Daerah-daerah yang berhasil ditaklukannya antara lain Bali, Pahang, Sunda, Bakulapura (Kalimantan Barat Daya), dan Gurun (Maluku). Ia juga menjalin hubungan persahabatan dengan Jaya-singhawarman, Raja Campa. Namun, pada tahun 1292, Kertanegara ditaklukkan oleh Jayakatwang dari Kediri.

Kerajaan Majapahit

Kertarajasa Jayawardhana (1292 – 1309)
Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1292 setelah menggunakan strategi untuk memperdaya pasukan dari Kubilai Khan, pemimpin dari Dinasti Yuan di Tiongkok. Pasukan Kubilai Khan datang dengan maksud menghukum raja Jawa yang telah menghina utusan mereka bernama Meng Ki saat Kertanegara masih memerintah di Singasari.

Setelah Kertanegara dihancurkan oleh Jayakatwang dari Kediri, pasukan Kubilai Khan juga menghancurkan Kediri. Namun, dengan siasat yang cerdik dari Raden Wijaya yang dibantu oleh Arya Wiraraja, pasukan Cina berhasil dihancurkan oleh Raden Wijaya. Akhirnya, Raden Wijaya menjadi Raja Majapahit pertama dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.

Raden Wijaya menikahi empat putri Kertanegara, yaitu:

  • Tribhuwana sebagai permaisuri.
  • Gayatri, yang kemudian melahirkan raja-raja Majapahit.
  • Narendraduhita.
  • Prajnaparamita.

Pada tahun 1309, Raja Kertarajasa meninggal dunia dan meninggalkan tiga orang putra:

  • Jayanegara (dari permaisuri).
  • Sri Gitarja (dari Gayatri) yang kemudian menjadi Bhre Kahuripan.
  • Dyah Wiyat (dari Gayatri) yang kemudian menjadi Bhre Daha.

Sri Jayanegara (1309 – 1328)

Setelah mengambil alih tahta dari ayahandanya, Jayanegara naik tahta dengan gelar Sri Jayanegara. Namun, masa pemerintahannya diramaikan oleh serangkaian pemberontakan, antara lain:

  • Pemberontakan Ranggalawe yang berasal dari Tuban.
  • Pemberontakan Sora pada tahun 1311.
  • Pemberontakan Nambi pada tahun 1316.
  • Pemberontakan Kuti pada tahun 1319. Ibukota Majapahit berhasil direbut, dan Raja Jayanegara terpaksa mengungsi ke Desa Bedander diiringi oleh 15 pengawal setia, pasukan Bhayangkari, di bawah komando Gajah Mada. Berkat upaya Gajah Mada, ibukota berhasil direbut kembali, dan Sri Jayanegara kembali memerintah. Sebagai penghargaan atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Kahuripan dan kemudian Patih Kediri.

Selama masa pemerintahannya, Raja Jayanegara menggunakan lambang Minadwaya, yaitu dua ekor ikan, sebagai simbol kekuasaannya.

Tribhuwana (1328 – 1350)

Setelah kematian Jayanegara yang tidak meninggalkan keturunan, Gayatri atau Rajapatni memiliki hak untuk menjadi raja. Namun, karena Gayatri telah mengabdikan diri sebagai bhiksuni, peran kepemimpinan diwakilkan kepada Sri Gitarja, Bhre Kahuripan yang bergelar Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhana.

Muncul Pemberontakan Sadeng, yang berhasil diredam oleh Gajah Mada. Atas jasanya, pada tahun 1331 Gajah Mada diangkat menjadi perdana menteri dan dalam upacara pelantikannya, ia mengucapkan Sumpah Palapa yang terkenal.

Pada tahun 1350, Gayatri atau Rajapatni meninggal dunia, dan Tribhuwana yang mewakilinya menyerahkan kekuasaannya kepada putranya yang bernama Hayam Wuruk.

Rajasanegara (1350 – 1389)

Hayam Wuruk, yang naik tahta pada usia 16 tahun dengan gelar Rajasanegara, dianggap sebagai raja terbesar dalam sejarah Majapahit. Gajah Mada menduduki posisi Mahapatih yang sangat berpengaruh dalam pemerintahan.

Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh Kepulauan Nusantara, dan bahkan diperluas hingga mencakup Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Melayu.

Di antara karya sastra yang terkenal adalah:

  • Negarakertagama karya Empu Prapanca.
  • Sutasoma atau Purusadashanta dan Arjunawijaya karya Empu Tantular.

Pada tahun 1364, Gajah Mada meninggal dunia, dan peran serta jabatannya digantikan oleh empat orang menteri. Kemudian, pada tahun 1389, Hayam Wuruk juga wafat.

Wikramawardhana (1389 – 1429)

Setelah Hayam Wuruk, raja yang hanya memiliki seorang putri bernama Kusumawardhani, ia memerintah bersama suaminya, Wikramawardhana, yang juga merupakan sepupu mereka. Namun, Bhre Wirabumi, anak dari selir, merasa tidak puas dan mengklaim bahwa ia lebih layak untuk memerintah Majapahit. Ia diberi kekuasaan atas daerah Blambangan, tetapi ambisi dan ketidakpuasan Bhre Wirabumi memicu perang saudara melawan Wikramawardhana pada tahun 1401 – 1406. Dalam Perang Paregreg, Bhre Wirabumi gugur.

Pada tahun 1429, Wikramawardhana wafat, dan Majapahit mulai mengalami kemunduran sebagai kerajaan kecil karena daerah-daerahnya satu per satu melepaskan diri.

Kemudian, pada tahun 1478, Bhatara Prabu Girindrawardhana, raja dari Daha, merebut Majapahit dari Raja Kertabumi, yang merupakan Raja Majapahit terakhir.

Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai, yang merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara, berdiri pada abad ke-13 dan berlokasi di Aceh Utara (kini termasuk dalam Kabupaten Lhokseumawe).

Raja-raja yang memimpin kerajaan ini antara lain:

Sultan Malik al Saleh, yang naik tahta pada tahun 635 Hijriah atau 1297 Masehi. Ia adalah salah satu penguasa awal yang berperan penting dalam memperluas pengaruh Islam di wilayah tersebut.

Sultan Muhammad, yang bergelar Sultan Malik al Tahir. Ia juga menjadi salah satu raja yang berkuasa dalam Kerajaan Samudra Pasai. Kedua raja ini turut berperan dalam memperkuat kerajaan dan memajukan ajaran Islam di Nusantara.

Dengan adanya Kerajaan Samudra Pasai, agama Islam mulai menyebar di wilayah Nusantara dan membuka jalan bagi pengembangan dan perkembangan kebudayaan Islam di masa yang akan datang.

Kerajaan Demak pada Zaman Raden Patah (± 1500 – 1518)

Pada awal abad ke-16, terdapat seorang Bupati Demak yang telah memeluk agama Islam, yakni Raden Patah, yang kemudian memutuskan untuk melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Dengan dukungan dari para ulama, Raden Patah berhasil mendirikan Kerajaan Demak. Selanjutnya, Demak tumbuh menjadi pusat perkembangan agama Islam. Pada tahun 1511, hubungan antara Demak dan Malaka terputus akibat Malaka dikuasai oleh Portugis. Pada tahun 1513, armada Demak di bawah komando Unus melakukan serangan terhadap Malaka, namun upaya ini tidak berhasil.

Pati Unus (1518 – 1521)

Pati Unus, yang juga dikenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor, menjabat sebagai Raja selama periode singkat selama tiga tahun.

Sultan Trenggana (1521-1546)

Sultan Trenggana merupakan menantu dari Pati Unus. Pada tahun 1522, beliau mempercayakan seorang ulama dari Pasai (Faletehan) untuk memimpin armada Demak dalam merebut Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon dari Pajajaran.

Pada tahun 1546, Sultan Trenggana gugur dalam upayanya untuk menaklukkan Pasuruan. Setelah itu, terjadi persaingan kekuasaan antara Sunan Prawata (putra sulung Sultan Trenggana) dan Pangeran Sekar (adik Sultan Trenggana). Sunan Prawata naik tahta setelah membunuh Pangeran Sekar, namun tidak lama kemudian Sunan Prawata juga tewas dibunuh oleh Arya Penangsang, anak dari Pangeran Sekar.

Kerajaan Pajang

Jaka Tingkir, yang juga merupakan menantu Sultan Trenggana, berhasil mengalahkan Arya Penangsang dengan bantuan dari Kyai Ageng Pemanahan. Jaka Tingkir naik tahta dengan gelar Adiwijaya dan memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Demak ke Pajang.

Namun, Kerajaan Pajang tidak bertahan lama. Setelah Sultan Adiwijaya meninggal, terjadi persaingan untuk merebut kekuasaan. Arya Pangiri, putra Sunan Prawata, mencoba merebut takhta, tetapi upayanya digagalkan oleh Pangeran Benawa, putra Sultan Adiwijaya, dengan bantuan dari Sutawijaya, anak Kyai Ageng Pemanahan. Pangeran Benawa merasa tidak mampu menggantikan ayahnya, sehingga ia menyerahkan kekuasaan kepada Sutawijaya, yang kemudian memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Mataram.

Kerajaan Mataram Islam

Sutawijaya, yang lebih dikenal sebagai Panembahan Senapati, merupakan tokoh yang sentral dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam. Ia wafat pada tahun 1601, meninggalkan warisan yang signifikan dalam pembentukan dan perkembangan kerajaan tersebut.

Kerajaan Banten

Setelah Faletehan berhasil merebut Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon, ia menjadi penguasa atas wilayah tersebut. Namun, karena terjadi persaingan kekuasaan di Demak, pada tahun 1522 Fafetehan memutuskan untuk menyerahkan Banten kepada putranya, Hasanuddin, yang kemudian menjadi raja Banten yang pertama. Sementara itu, Faletehan fokus pada penyebaran agama Islam di Gunung Jati, Cirebon.

Berikut ini adalah daftar raja-raja Banten selanjutnya:

Pangeran Yusuf (menjabat tahun 1570).
Maulana Muhammad (baru berusia 9 tahun), ia gugur dalam upayanya menyerang Palembang pada tahun 1596.
Abdulmufakir (baru berusia 5 tahun), pemerintahannya dikendalikan oleh Mangkubumi Jayanegara.

Kerajaan Malaka

Kerajaan Malaka memiliki lokasi yang tidak berada di wilayah Nusantara.

Berikut ini adalah daftar raja-raja Malaka:

Paramisora, seorang pangeran dari Majapahit, yang telah memeluk agama Islam dan mengubah namanya menjadi Sultan Iskandar Syah.
Sultan Mansyur Syah.
Sultan Mahmud Syah.

Pada tahun 1511, Malaka jatuh ke tangan Portugis.

Kerajaan Aceh: Kejayaan dan Penguasaannya

Pada awal abad ke-16, Kerajaan Aceh merupakan sebuah kerajaan yang kecil dan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pedir. Namun, perjalanan sejarah takdirnya berubah ketika Sultan Ibrahim memimpin Aceh untuk memisahkan diri dari Kerajaan Pedir. Kejadian ini menjadi titik balik dalam perkembangan Aceh, terutama karena Malaka saat itu dikuasai oleh Portugis. Akibatnya, pedagang Islam dari Arab dan Gujarat beralih memusatkan perdagangannya di Aceh.

Namun, masa kejayaan sejati Kerajaan Aceh tercapai di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, yang memerintah dari tahun 1607 hingga 1639. Di bawah kepemimpinannya, Aceh mencapai puncak kejayaan yang tak terbandingkan.

Kerajaan Ternate: Ketinggian Kekuasaan dan Ekspansi Wilayah

Pada kurun abad ke-13 hingga abad ke-14, Kerajaan Ternate berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang berperan penting. Namun, masa keemasan Ternate tercapai di bawah pemerintahan Sultan Baabullah. Pada tahun 1575, Sultan Baabullah berhasil mengusir kekuatan Portugis dari wilayah Maluku. Prestasinya yang gemilang tak berhenti di situ, karena Baabullah juga memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup Filipina. Ia diberi gelar “yang dipertuan di 72 pulau” sebagai pengakuan atas luasnya pengaruh dan kekuasaan Kerajaan Ternate.

Kerajaan Tidore: Perjuangan dan Wilayah Kekuasaan yang Luas

Kerajaan Tidore merupakan salah satu kerajaan Islam yang berada di wilayah Maluku. Kerajaan ini pernah menjadi objek adu domba antara Portugis dan Spanyol, dengan tujuan untuk memecah belah hubungan dengan Kerajaan Ternate. Namun, Tidore berhasil mengubah keadaan dan bahkan bersekutu dengan Ternate dalam mengusir bangsa Portugis dari wilayah Maluku. Salah satu raja yang terkenal dalam sejarah Tidore adalah Sultan Nuku, seorang pejuang yang gigih melawan kehadiran Belanda. Wilayah kekuasaan Tidore meliputi Halmahera, Seram, Kepulauan Kai, hingga Papua.

Kerajaan Makassar: Persatuan dan Kejayaan di Sulawesi Selatan

Pada abad ke-16, di wilayah Sulawesi Selatan, terdapat dua kerajaan yang dikenal sebagai Goa dan Tailo. Namun, kedua kerajaan tersebut bersatu dan dikenal dengan nama Goa-Tailo atau Makassar, dengan ibukota di Sombaopu. Makassar menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di Sulawesi.

Penguasa-penguasa yang memerintah adalah:

Raja Goa Daeng Manribia yang bergelar Sultan Alaudin.

Mangkubumi dari Tailo, yaitu Raja Karaeng Matoaya yang bergelar Sultan Abdullah.

Namun, kejayaan sejati Kerajaan Makassar terwujud di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin. Masa pemerintahannya mencapai puncak kejayaan yang tak terkalahkan.

Kerajaan Banjar: Perubahan dan Keberhasilan di Kalimantan Selatan

Pada abad ke-16, Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan berhasil menaklukkan Daha, sebuah kerajaan di pedalaman Kalimantan, dengan bantuan dari Kerajaan Demak. Banjar sendiri merupakan kerajaan yang telah memeluk agama Islam, dan rajanya yang bernama Raden Samudra, setelah memeluk agama Islam, mengubah namanya menjadi Sultan Suryanullah.

Inilah beberapa nama-nama kerajaan di Indonesia yang telah kita pelajari dalam artikel ini. Sejarah mereka sangat menarik untuk dipelajari. Semoga artikel ini memberikan manfaat bagi kita semua. Terima kasih telah membaca artikel ini hingga selesai.

Sumber: sambellayah.com